Untuk memperjuangkan nilai-nilai
kebudayaan itu, Ignazio Boycke Nafurbenan mengatkan “Saya sebagai Pembina
Sanggar Imuri Berkreatif Distrik Sumuri Kab. Teluk Bintuni-Papua Barat, mengajak
masyarakat Sumuri untuk lahir dan tumbuh di jaman ini, khususnya di bidang seni
budaya baik tradisional ataupun modern.”
Bagaimana nasib mereka sekarang
ini? Bayak yang sudah saya lihat bahwa mereka gagal, khususnya suku Sumuri yang
dulunya gagah menari, memukul tifa/gong, mengukir, menganyam noken khas daerah,
bernyanyi untuk menyuarakan nilai-nilai kehidupan, keindahan dan kedamaian di
atas tanah kekayaan mereka sendiri kini mulai hilang, tutur Boy.
Ignazio Boycke Nafurbenan, Pembina Sanggar Imuri Berkreatif Distrik Sumuri
Kab. Teluk Bintuni-Papua Barat bersama Bpk. Agustinus Ateta, tokoh adat Sumuri.doc Ignaz |
Selain itu dia menilai bahwa perusahaan
raksasa minyak dan gas yakni BP Tanggu-LNG yang beroperasi di wilayah itu
kurang memperhatikan masyarakat dalam pengembangan seni budaya. Di mana hati
nurani perusahaan yang beroperasi di
atas tanah adatnya, tidak bisa dapat membantu masyarakat.
Dan Boy selaku Pembina Sanggar
Imuri Berkreatif Distrik Sumuri berharap supaya perusahaan BP Tanggu-LNG dapat membantu
mendanahi masyarakat Sumuri dalam menunjang ekonomi kreatif seni budaya, jangan
cuma bangun rumah-rumah/gedung dan lain-lain yang cuma sementara dam tidak
merata. Dan tidak membangun SDM mereka sendiri di bidang seni dan budaya yang
selalu mereka suarakan di berbagai moment dan media, bahwa “Mari… jaga budaya
karena itu harga diri kitong orang asli Papua (OAP.”
Boy juga mengatakan bahwa tidak
ada program perusahaan BP TANGGUH-LNG yang menyentu masyarakat seperti
membangun Sanggar dan Komunitas Kreatif Seni Budaya Suku Sumuri di berbagai
kampung di Wilayah Pemerintahan Distrik Sumuri secara merata, sebagai penggerak
ekonomi kreatif saat ini. Entah sampai kapan hal ini melanda mereka dan
generasi mereka ke depan, tuturnya. (El/Boy)
0 komentar:
Post a Comment