Sagu dan Adat

"Sagu tidak hanya sebagai makanan pokok yang dikonsumsi setiap hari tetapi juga mempunyai nilai budaya yang sangat tinggi dalam kehidupan adat masyarakat Irarutu Fafurwar".


Fafruar - Dalam budaya suku Irarutu Fafurwar, sagu sangat berkesinambungan dengan adat baik dalam pesta penikahan adat maupun pesta potong rambut. Dalam dua pesta ini harus ada persetujuan antara dua pihak yaitu paman dari seorang gadis yang hendak menikah dengan pihak laki-laki, begitu pula dengan pesta potong rambut (anak sulung laki-laki dan perempuan sebelum beranjak dewasa harus membuat adat yang dinamakan potong rambut). Sejak dulu (nenek moyang) dua pesta ini dilangsungkan di rumah adat yang disebut masyarakat Irarutu Fafurwar sirus. Hanya saja tata caranya berbeda-beda tetapi sagu dan rumah adat saling berkaitan, tidak bisa terlepas.
Sirus: rumah adat suku Irarutu Fafuruar
Mengapa sagu tidak terlepas dari rumah adat? Secara fisik fungsi sagu terdapat pada rumah adat (sirus) yaitu atap dari rumah itu, serta sagu sebagai bagian dari konsumsi (makanan) selama pesta itu berlangsung. Secara singkat tetang sagu merupakan tanaman yang tidak dikenal sebagai pohon yang menghasilkan tepung tapioka dan tumbuh sendiri, namun di wilayah suku Irarutu Fafurwar, pohon sagu ditanam tunasnya, dan sagu mempunyai nama masing-masing serta perbedaan-perbedaan terlihat pada pohon tersebut. Ada pohon sagu yang berduri, ada pula yang tidak berduri, dan namannya pun berbeda.

Sagu sudah dikonsumsi sejak nenek moyong, dan sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat Papua dan Papua Barat khususnya di bagian pantai, dan pesisir. Sedangkan di bagian dataran tinggi seperti Puncak Jaya dan lainnya mengkonsumsi ubi-ubian. Sebab sagu hanya bisa tumbuh dan hidup di dataran rendah dan sifatnya rawa atau tanah basah.

Setiap suku memiliki khas yang berbeda-beda, terutama dalam mengelola sagu. Suku Irarutu Fafurwar mempunyai tata cara yang berbeda dengan suku-suku lain di Papua dan Papua Barat. 

Sagu disebut berkesinambungan dengan adat karena proses tokok hingga jadi hasil dilakukan secara adat. Pohon sagu sebelum ditokok dilakukan pembicaraan bersama berkaitan dengan orang-orang yang akan mengolahnya, kalau orang Papua dan Papua Barat menyebut “tokok”. Mereka yang mengambil bagian dalam mengelolah sagu ini juga akan mendapatkan harta dari tuan pesta. Karena itu dibicarakan bersama dalam keluarga yang membuat pesta.

Setelah sagu itu sudah jadi, dibuat tempat khusus untuk mengisi sagu tersebut. Tempat itu disebut dengan bahasa Irarutu Fafuruar “uce ro”, uce : sagu dan ro: daun - disebut sagu tumang (sagu yang disi dalam satu wadah/tempat yang dibuat/dianyam dari daun sagu).  Sagu tumang ini akan dibawa ke dapur umum yang sudah disiapkan untuk pesta. Biasanya sagu tumang ini dibuat dua berukuran besar, disebut “uce ifr”, uce: sagu dan ifr: kulit kayu. Disebut ifr karena tempat yang dipakai untuk mengisi sagu tersebut, terbuat dari kulit kayu. Sebelum atau sejang nenek moyang, sagu yang diproduksi itu dimasukan pada tempat yang telah dibuat yaitu dari kulit kayu. Namun kini cara itu sudah tidak dipakai lagi, sekarang menggunakan daun sagu untuk  tempat isian sagu yang sudah jadi.

Dua ibu sedang mengambil sagu dalam tumangnya untuk dimasak
Uce ifr  ini akan diletakan di dapur umum dan pihak laki-laki akan membawa dua lusin piring batu dan beberapa lembar kain untuk menutup sagu tumang itu. Namun sebelumnya antara dua pihak yaitu pihak laki-laki dan perempuan membicarakan tetang kepastian hari pesta itu dilaksanakan. Kalau kedua pihak sudah menyepakati waktu yang ditentukan maka pihak laki-laki membawa barang berupa piring batu dan kain tadi untuk  proses yang disebuat “ntitit  uce” (sagu tumang yang tadi berdiri dimiringkan dalam posisi tidur) lalu dua sagu tumang  yang disebut “uce ifr” itu ditutupi dengan kain yang dibawa itu. Uce ifr itu ditutup dengan kain lalu dua perempuan yang ditunjuk khusus mengambil isi sagu dalam tumangnya untuk dimasak. Mereka mengambil sagu itu sampai habis, dan sebagai hadiah kain yang menutup sagu itu dipakai atau menjadi milik mereka. Dan fungsi menutup sagu itu menurut kepercayaan nenek moyang bahwa  kalau uce ifr itu tidak ditutup maka proses pengambilan sagu dalam tumang itu cepat habis.

Setelah proses di atas ini selesai, sagu itu akan dimasak dan dibagikan untuk seluruh masyarakat di kapung itu dan para udangan selama pesta itu berlangsung. Oleh karena itu sagu tidak hanya sebagai makanan pokok yang dikonsumsi setiap hari tetapi juga mempunyai nilai budaya yang sangat tinggi dalam kehidupan adat masyarakat Irarutu Fafurwar. (El)


Share on Google Plus

About Fafruar

2 komentar:

  1. Izin ya admin..:)
    Player vs Player WOW langsung saja kunjungin kami di ARENADOMINO tempat bermain Poker dan kartu yang sangat menyenangkan dan hadiah nyata menanti anda semua.. WA +855 96 4967353

    ReplyDelete
  2. numpang promo ya gan
    kami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
    ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*

    ReplyDelete