Gambar ilustrasi: http://avrist.com/lifeguide/2020/03/24/
Oleh: Yosef Biweng
Fafruar - Selama Pandemik ini, telah
memberikan dampak yang luar biasa. Hampir sebagian bumi terkena dampak Covid-19
dalam berbagai sektor, termasuk Indonesia.
Indonesia masuk dalam sepuluh besar dalam data pasien Covid-19
terbanyak. Dampak dari pandemik ini masyarakat mulai mengalami krisis ekonomi
pangan. Tidak hanya itu pengusaha pun mengalami penurunan penghasilan. Beberapa
usaha kecil, menengah telah guling tikar. Dan perusahaan juga terpaksa merumahkan
karyawannya akibat tidak sanggup membayar upah karyawannya. Banyaknya pemutusan
hubungan kerja kepada karyawan swasta, dan meningkatnya pengangguran.
Penyebaran Covid-19 melaju seakan tak pilih kasih. Covid-19 menyerang manusia
seakan si jago merah melalap rumah hingga tinggal puing-puing arang kayu. Covid-19 menelan banyak korban, dari perbagai
lapisan masyarakat. Semakin hari bertambah banyak pasien positif. Kini sudah mencapai
seribuh jiwa yang meninggal, dan belum ada trend
penurunan.
Pemerintah menghimbau warga masyarakat melakukan jaga jarak sosial
sekitar 1-2 meter, gunakan masker, tinggal di rumah, kerja di rumah, jangan bersalaman, jangan menyetuh mata, hidung dan mulut, cuci
tangan dengan air mengalir sekitar dua puluh menit. Inilah upaya yang
ditawarkan oleh pemerintah untuk menghambat dan menghentikan penyebaran
Covid-19. Namun imbauan dari pemerintah kurang direspon dengan baik, masih saja masyarakat yang seenaknya
beraktivitas tanpa jaga jarak sosial dan menggunakan masker seakan tidak ada
hal yang mencemaskan.
Masyarakat merasa tidak bebas dengan adanya imbauan pemerintah
tersebut. Daerah-daerah yang sudah terdampak Covid-19 dari zona darurat menjadi
zona tanggap darurat. Artinya, Covid-19 sudah terjangkit lebih banyak.
Di Papua, pemerintah telah menetatpakn situasi darurat dimana kini
menjadi tanggap darurat. Pemerintah setempat melakukan PSBB, dengan membatasi
waktu aktivitas masyarakat mulai dari jam 07:00-14:00 WIT. Protokoler
pemerintah dengan tegas dilaksanakan yang melibatkan pihak keamanan untuk
mengatasi penyebaran Covid-19. Walaupun
demikian, pasien Covid-19 tiap harinya terus bertambah hingga sekarang per-25
Mei 2020, ada kasus 637 pasien positif, 448 orang dirawat, 178 orang sembuh dan
11 orang meninggal. Situasi seperti ini rupanya tidak membuat masyarakat takut,
melainkan masih banyak masyarakat yang seenaknya berkumpul, tidak mengidahkan
protokoler pemerintah, pergi ke tempat-tempat yang sebenarnya sudah menjadi
zona merah.
Tim gugus tugas sudah berjuang susah payah untuk menyelamatkan dan mencegah
bertambahnya pasien, namun masyarakat tidak mau peduli, malah melakukan
aktivitas sesuka mereka di luar rumah. Masyarakat tidak peduli dengan pihak
kesehatan, para medis, pihak keamanan, tim gugus tugas dan kepolisian yang telah menjalankan
tugas untuk membatasi dan memutuskan mata ratai Covid-19, dengan melarang orang berkerumunan, membatasi aktivitas di luar rumah jika tidak
ada keperluan yang sifatnya urjen/penting. Masyarakat boleh beraktivitas tapi
dengan mengikuti protokoler pemerintah.
Pemerintah melalui tim gugus tugas Covid-19 bersama pihak kepolisian terus
melakukan patrol serta mensosialisasikan kepada masyarakat tentang berkerumunan,
mengunakan masker. Namun ada saja masyarakat yang masih berkumpul seperti
kejadian 25 Mei 2020 lalu di Jayapura, dimana Polisi membubarkan beberapa pemuda
dengan mengunakan water cannon, yang menewaskan satu orang. Kejadian ini setidaknya
memberikan refleksi bagi kita untuk mematuhi aturan terutama pada masa pandemik
ini. Mematuhi aturan, ikuti
imbauan, ikuti protokoler
pemerintah, adalah demi kesehatan,
keselamatan banyak orang, keluarga dan diri kita sendiri. Bila kita patuhi
semua ini tentu tidak ada penyebaran Covid-19 ke mana-mana dan tidak ada korban
seperti yang terjadi.
Bantuan ;angsung tunai akibat KLB wabah Covid-19 menimbulkan keributan
di tengah masyarakat. Masyarakat merasa bantuan yang diberikan oleh pemerintah
tidak sesuai dengan harapan mereka. Masyarakat merasa tidak puas dan
diperlakukan tidak adil dengan bantuan yang diberikan pemerintah. Masyarakat
mengeluh dengan penerimaan bantuan beras 10 kg dan dua bungkus supermie. Lalu muncul
pertanyaan “Apakah dengan bantuan seperti itu bisa bertahan selama pandemic ini?
Ataukah ada yang salah dalam manajemen pembagian bantuan?”.
Di Papua masyarakat menerima bantuan KLB pandemik Covid-19, namun ada
masyarakat yang mengeluh karena harus bayar uang sebesar Rp. 10.000 ketika
hendak menerima bantuan. Tim pembagian bantuan mengatakan uang itu digunakan
untuk membayar ongkos angkat dan mobil. Hal menjadi keluhan warga, “Masih ada
manusia model ini di tengah musibah seperti ini. Pembagian juga hanya
setengah-setengah, hari ini bantuan yang
diberikan berupa gula, besok baru ambil
yang lain lagi seperti beras, supermie dan minyak goreng.”
Masyarakat merasa bantuan yang diberikan oleh pemerintah tidak sesuai
dengan harapan dan kebutuhan dalam masa pandemik Covid-19. Beras 10 kg, minyak goreng setengah liter, supermie satu
karton, apakah ini cukup memenuhi
kebutuhan dalam masa pandemik ini. Seharusnya kita bersyukur bahwa pemerintah
telah membantu meringankan kebutuhan kita,
walaupun bantuan itu jumlahnya kecil tapi sangat berarti.
Situasi seperti ini, pihak pemerintah dan masyarakat harus jalan
bersama bergandengan tangan melakukan pencegahan dan pemberhentian penyebaran
Covid-19 ini. Kalau di Papua, harus
mengunakan empat tungku, yakni adat, perempuan,
pemerintah dan gereja. Adat, gereja dan pemerintah harus berjalan bersama-sama.
Garis komando jelas. Komunitas homogen
diatur dalam adatnya masing-masing. Dalam komunitas sedang diatur oleh gereja
dan masyarakat luas oleh pemerintah. Gereja dan pemerintah sudah bergerak. Dari
pihak pemimpin agama sudah menghimbau seperti yang dihimbaukan oleh pemerintah
bahwa perlu jaga jarak sosial, jaga
jarak fisik dan tinggal di rumah serta beribadah di rumah.
Sementara itu dari pihak adat hampir tidak kedengaran. Ketua adat suku Malind Anim sudah menghimbau
soal tatanan dan aturan adat dalam melakukan pencegahan penyakit atau virus
dengan cara adat suku Malind Anim. Karena itu perlu kerja sama untuk mendukung
pihak adat, perempuan, agama dan pemerintah. Kita memulainya dari rumah, dengan menjaga
keluarga kita supaya tetap aman dari incaran Covid-19 dan mengikuti seluruh
imbauan, serta turut mendukung pemeritah dalam pencegahan penyebaran Covid-19.
(*)
0 komentar:
Post a Comment