Arti Nama WAM-ENA

Wamena (penginapan honai khas Baliem)

Fafruar - Ketika berbicara tentang Papua, baik tentang alamnya, budayanya, kehidupanya sosialnya memang ada yang menarik dan memiliki keunikan sendiri. Setiap orang yang hendak berkunjung atau jalan-jalan ke Jayapura, ibu kota Provinsi Papua, akan mendengarkan kata, “kalau kamu datang ke Papua (Jayapura) tapi belum sampai ke Wamena, berarti kamu belum sampai di Papua”. Sama dengan kita ke Yogjakarta, kalau belum melihat atau jalan-jalan ke Malioboro dan Kraton, kita belum sampai Yogja.

Istilah di atas adalah menarik perhatikan orang untuk ingin tahu, sebenarya ada apa dengan Wamena. Wamena merupakan daerah yang asli budayanya, yakni masyarakat masih mengunakan koteka. Koteka merupakan keaslian pakaian adat (budaya) yang memang tak hilang dari masyarakat Baliem, karena itu masih dilestarikan dan dijaga.

Keaslian dari pakaian orang Baliem adalah Koteka dan Sali. Koteka digunakan oleh kaum pria, sedangkan untuk kaum wanita mengunakan Sali. Sali dibuat dari tali rotan yang berbentuk lilitan sesuai ukuran pinggul (badan) baik anak kecil maupun perempuan dewasa. Sedangkan koteka dibuat dari buat dari sejenis labu yang hanya tumbuh di daerah dingin dan dataran tinggi.

Selain pakaian adat ada mumi, mayat yang dikremasi secara tradisional mengunakan asap api yang bias bertahan bertahun-tahun. Mumi hanya dilakukan bagi tokoh terkenal seperti kepala suku atau pun kepala perang, orang yang cukup terkenal dalam suku itu.

Wamena memiliki alam yang indah, subur, dingin dan kehidupan sosial yang masih asli yaitu budaya. Wamena merupakan lemba yang disebut lemba baliem. Baliem adalah suku asli yang mendiami lemba itu dengan marga yang berbeda-beda. Lemba baliem dibentangi sungai baliem yang membela lemba itu dan bermuara di Torikara.

Berbicara tentang budaya dan alam di Wamena tentu kita tahu bahwa dalam kebudayaan masyarakat Wamena (Baliem), babi memiliki nilai yang sangat tinggi. Babi sebagai mas kawin orang Wamena. Sebab itu babi tak terpisahkan dari kehidupan mereka sebagai harta yang dimiliki. Hal ini telah turun temurun dari nenek moyang hingga sekarang.

Namun kata Wamena mempunyai arti yang barangkali orang belum tahu. Nama Wamena berasal dari Wam yang artinya babi, dan Ena artinya Jinak atau Babi Jinak. Hampir di setiap siklus kehidupan selalu disimbolkan dengan pemberian babi.

Kata Wamena mulai muncul dan terkenal ketika masuknya missionaris di lemba Baliem. Saat itu terlihat seorang pemuda yang sedang menggendong seekor anak babi. Seorang missionar yang melihat pemuda itu, dia bertanya, “Apa yang sedang kamu gendong”? Wam-ena, jawab pemuda itu. Disitulah muncul suatu ide memberikan nama menjadi Wamena dan nama itu digunakan sampai sekanrang.

Babi merupakan kekayakan sebuah keluarga juga ditentukan oleh seberapa bayak babi yang dimilikinya. Babi juga menjadi simbol perdamaian antarsuku di kawasan pegungungan tengah. Tidak heran ketika terjadi wabah penyakit yang membawa kematian pada babi menjadi kerugian besar bagi masyarakat Wamena.

Selain wam ada rumah tradisional Honai merupakan pusat kehidupan bagi masyarakat di kawasan Pegunungan Tengah. Di Honai inilah seluruh sistem kehidupan seperti beragam ritual, dilakukan.
Sejalan dengan perkembangan zaman, warga Wamena juga menempati pola pemukiman baru yang disebut rumah seng atau rumah sehat. Meski generasi muda sudah banyak yang menempati rumah tersebut, namun mereka masih percaya bahwa honai tetap menjadi pusat adat yang tetap harus dilestarikan.*(el)

Share on Google Plus

About Fafruar

0 komentar:

Post a Comment