Nasib Mahasiswa Maybrat Ditengah Pandemi Covid-19

foto: doc.pribadi


Oleh: Ronald R Fanataf


Fafurwar - Pemerintah Kabupaten Maybrat membatasi akses keluar masuk Maybrat baik darat maupun udara sejak tanggal 26 Maret 2020 samapi 9 April namun kini diperpanjang waktunya hingga sekarang. Hal ini sebagai langka pencegahan penyebaran Covid-19 di Maybrat.

Akibat dari pembatasan wilayah yang diperpanjang membuat aktivitas di semua segi macet terutama segi ekonomi. Pendapatan masyarakat menurun dratis sehingga berakibat terhadap mahasiswa Maybrat yang berada di kota studi baik Papua maupun di luar Papua.

Situasi ini membuat mahasiswa Maybrat di Yogyakarta melakukan aksi spontanitas terhadap sikap Pemda Maybrat dalam proses penanganan Pandemi Covid-19 menuai pro-kontra dari berbagai pihak. Tapi itulah demokrasi bebas dalam berpendapat. Namun, yang lebih demokratis ialah kritikan terhadap kebijakan pemerintah itulah esensi dasar dalam bernegara pada sistem pemerintahan. Tidak ada yang alergi kritikan, karena sejahatnya kritik itu merupaka pil pahit yang memberikan penawar.

Keadaan ini menuntut Pemda untuk memperhatikan nasib mahasiswa Maybrat terutama dalam genggam Public Policy Pemda Maybrat. Potret realita pandemi yang dihadapi oleh mahasiswa Maybrat di setiap titik kota studi se-nusantara. Hemat saya sebagai mahasiswa,  kebijakan yang diambil pemda tidak parsial. Khususnya untuk menyelamatkan atau pun mencegah nasib mahasiswa dari Covid-19.

Sangat disayangkan dengan kebijakan yang diambil dari Pemda Maybrat. Hemat saya,  kajian pemda dalam  kebijakan yang diambil pemda dalam mengambil kebijakan yang tidak parsial yang kini ditempuh oleh Pemda Maybrat dalam upaya penanganan dan atau pencegahan Covid-19. Kenapa demikan? Karena Pemda Maybrat akhir-akhir ini bergegas untuk membagikan sembako kepada masyarakat Maybrat meskipun menuai kritikan dari berapa kelompok masyarakat di Maybrat.

Pemda telah membentuk team satgas penanganan Corona yang siap dikerahkan, pemerintah telah memblokir arus transportasi masuk dan keluar, dan Pemda menyediakan tenaga medis dengan fasilitas medis. Dari semua upaya preventif yang ditempuh oleh Pemda Maybrat sudah baik adanya. Hanya saja Pemda cuma melihat persolalan pandemi dari sudut wilayah atau teritorial Maybrat, sehingga telah melakukan karinta wilayah. Namun tidak melihat masyarakat Maybrat yang berindetitas (KTP dan KK Kab. Maybarat) yang sedang berada diluar Maybrat, sebut saja mahasiswa yang kini berada di tempat-tempat studi baik Papua maupun di luar Papua.

Bagaimanakah nasib mereka? Saat ini mahasiswa yang kini mengenyam pendidikan diluar Papua (Jawa, Sumatra, Sulawesi) keadaan mereka sangat genting. Sebab keadaan mahasiswa diteror oleh wabah pandemi.

Keadan ini membuat hidup mahasiswa dirantauan sangat menyedihkan. Mereka tidak punya siapa-siapa yang menolong mereka, tidak ada bantalan sosial bersandar. Kuliah online butuh uang, bisa beli paket untuk akses ke internet, biaya hidup (uang kost, makan minum keseharian).

Dampak dari pandemi, dan pembatasan wilayah yang berdampak pada akses pekerjaan masyarakat Maybrat yang dibatasi, sehingga berpengaruh pada pendapatan orang tua terutama ekonomi keluarga.

Karena keluarga merupakan tulang punggung penggerak ekonomi mahasiswa. Dalam keadaan serba mendadak membuat mahasiswa Maybrat hilang harapan dalam menghadapi tekanan penularan virus Covid-19.

Harapan mahasiswa Maybrat se-nusantara pada situasi darurat pandemi Covid-19, meminta sentuhan dari pemerintah daerah Maybrat. Tidak ada bantalan sosial bagi mahasiswa Maybrat dirantuan yang sedang dilanda pandemi. Pemerintah daerah Maybrat merupakan sandaran akhir mahasiswa Maybrat.

Mahasiswa merupakan representasi agen perubahan masyarakat Maybrat yang harus diperhatikan, karena nasib kabupaten Maybrat dalam roda pemerintahan akan ditindaklanjuti oleh kaum muda yaitu mahasiswa Maybrat.(*)




Share on Google Plus

About Fafruar

1 komentar: