Mantan
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama merupakan sosok pemimpin bersih.
Ia berani menata kembali birokrasi pemerintahan di Jakarta. Pejabat yang
terindakasi korupsi atau tidak melaksanakan tugas dengan baik, langsung
diganti. Ia memberikan perhatian serius terhadap pembenahan birokrasi
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Seringkali, kebijakannya
menimbulkan kontroversi, tetapi untuk kebaikan warga Jakarta, ia berani
bertindak. Misalnya, saat relokasi warga kampung Pulo.
Saya tertarik pada sosok Ahok. Ia begitu jujur dan polos.
Kalau dirinya marah, pasti langsung diungkapkannya dengan sikap marahnya. Kalau
saat dirinya senang, juga diungkapkannya dengan senyum di wajahnya. Ahok seakan
hendak menyingkapkan kembali lirik lagu, : “Jangan ada dusta di antara kita,”
ciptaan Broery Marantika. Jujur itu penting. Hanya orang jujur yang berlaku
bijaksana.
Menyimak situasi di Papua saat ini, saya pikir Papua
sangat membutuhkan sosok pemimpin seperti Ahok. Papua membutuhkan pemimpin yang
berani membela rakyat. Papua membutuhkan pemimpin yang jujur, bijaksana dan
rendah hati untuk membawa Papua ke arah yang lebih baik.
Sejauh pengalaman saya, masih sulit menemukan sosok
seperti Ahok di Papua. Pemimpin Papua saat ini, lebih gemar tinggal di kantor
atau bepergian ke luar Papua ketimbang mengunjungi masyarakat di
kampung-kampung. Belum lagi gaya hidup mewah ditunjukkan oleh para pejabat di
Papua. Padahal, rakyat sangat menderita.
Pejabat di Papua menempati rumah dinas mewah. Mereka juga
memiliki mobil dinas mewah. Mereka memiliki asisten dan pengawal pribadi.
Ketika mereka bepergian, selalu dikawal polisi. Ketika mereka melintasi jalan,
sirene mobil pengawal mengaum. Rakyat harus menepi. Mereka bergaya elit dan
mewah di atas penderitaan rakyat.
Saya belum menemukan pejabat yang sederhana dan rendah
hati untuk melayani orang Papua. Saat ini, Papua dipimpin oleh anak-anak Papua,
tetapi pembangunan di Papua tidak berjalan sebagaimana mestinya. Proses
pembangunan Papua, khususnya orang asli Papua masih jauh tertinggal. Ribuan
anak Papua tidak bisa bersekolah dengan baik. Ribuan orang Papua tidak bisa
berobat. Jutaan hektar hutan dibabat dan dikonversi dengan perkembunan kelapa
sawit, dan lainnya. Pada saat bersamaan, pejabat Papua, yang sebagian besar
dipegang oleh anak-anak Papua diam membisu.
Mengapa para pejabat (di) Papua belum berani bersuara
seperti Ahok? Saya tidak tahu jawabannya. Saya hanya tahu, kalau seorang
pejabat atau pemimpin itu bersih dan memiliki integritas, maka ia akan berani
menyuarakan ketidakadilan secara bebas, tanpa ada tekanan. Pejabat yang bersih
dan berintegritas berani melawan kebijakan-kebijakan diskriminatif dan
merugikan rakyat. Ahok sudah membuktikan bahwa hanya pemimpin bersih dan
berintegritas yang bisa melakukan ‘bersih-bersih’ di birokrasi pemerintahan.
Tepatlah, istilah tua: “tidak mungkin kita menyapu dengan menggunakan sapu yang
kotor.”
Sampai saat ini, rakyat Papua masih merindukan sosok
pejabat dan pemimpin seperti Ahok. Ia melayani rakyat, tanpa pamrih. Ia
mengalami penghinaan dan cacian, tetapi demi perubahan Jakarta ke arah yang
lebih baik, ia berani mempertaruhkan dirinya sendiri. Ahok siap mati untuk
rakyat. Ia tidak mengumpulkan harta kekayaan bagi dirinya sendiri. Ia berbagi dengan
sesama yang menderita. Kaum termarginal, kini bisa menempati rumuh susun mewah.
Di tangan Ahok, Jakarta berbenah.
Ahok membuktikan bahwa untuk memimpin suatu daerah, tidak
perlu orang asli atau pendatang. Tidak perlu orang Betawi dan Islam. Tidak perlu
orang beragama dan berbudaya ini dan itu. Ia menunjukkan bahwa jiwa
kepemimpinan yang dilandasi oleh semangat pelayanan yang tinggi, itu yang bikin
perubahan dalam masyarakat, bukan oleh asal-usul seseorang. Semangat pelayanan
Ahok yang luar biasa bikin banyak orang suka padanya, meskipun tidak sedikit
yang mencercanya.
Gaya kepemimpin Ahok memang bikin gerah pihak-pihak yang
selama ini bersembunyi di balik manisnya mulut dan senyum palsu. Ahok suka
bicara keras dan kasar. Ahok tidak bicara di belakang, ia bicara di depan
supaya semua menjadi terang-benderang. Ahok tidak suka ada dusta.
Gaya kepemimpinan model Ahok ini yang dirindukan orang
Papua. Pemimpin perlu hadir di tengah masyarakat: hadir, berbicara dengan
masyarakat, mendengarkan keluh-kesah masyarakat dan bikin kebijakan yang pro
masyarakat.
Sosok Ahok dirindukan di Papua. Orang Papua merindukan
dan menanti tipe pemimpin seperti Ahok, yang berani membuka borok-borok
birokrasi pemerintahan yang korup dan berbelit. Pemimpin yang selalu hadir di
tengah masyarakat. Bukan tipe pemimpin yang suka tinggalkan rakyatnya. Apa lagi
di Papua, para pemimpin lebih suka pergi ke luar Papua. Mereka lebih tertarik
pergi ke Jakarta, bahkan luar negeri, ketimbang mengunjungi masyarakat di
kampung-kampung.
Contoh paling sederhana, bagaimana sikap pemimpin di
Papua saat ini kepada rakyatnya, dapat dilihat pada pembangunan pasar untuk
Mama-Mama Papua, yang hingga saat ini masih belum jelas. Bahkan Jokowi harus
turun tangan untuk bangun pasar bagi Mama-Mama Papua. Contoh lain, pasar
Youtefa di Abepura, yang bau busuk. Padahal, kota Jayapura menjadi barometer
Papua, tetapi pelayanan publiknya buruk. Paling mengerikan adalah menyaksikan
pasar Youtefa yang tidak terawat, tetapi setiap hari petugas pajak menarik
pajak dari para penjual, yang sebagian besar berjualan di tanah lumpur di musim
hujan dan debu saat panas. Pemerintah sepertinya tidak punya perasaan malu
terhadap rakyatnya.
Seyogianya, kehadiran pemerintah untuk melayani rakyat.
Ironisnya, di Papua justru pemerintah yang saat ini dipegang oleh anak-anak
Papua kurang peduli para rakyatnya. Bisa disaksikan para pejabat Papua yang
mengumpulkan harta untuk diri mereka sendiri. Mereka memiliki rumah mewah,
mobil mewah dan berbagai fasilitas lainnya. Anak-anak mereka pergi sekolah di
luar Papua, bahkan di luar negeri. Sementara rakyat menderita. Rakyat Papua,
banyak yang mati karena penyakit. Mereka mati karena dibunuh oleh tentara dan
polisi. Mereka mati karena kekurangan gizi. Anak-anak Papua banyak yang tidak
bisa sekolah.
Orang Papua minta supaya tanah Papua dipimpin oleh
anak-anak Papua. Sayangnya, ketika mereka jadi pemimpin mereka lupa, bahwa
mereka berasal dari kampung dan pernah mengalami hidup susah seperti sesamanya
orang Papua yang lain. Orang Papua yang jadi pejabat dan pemimpin di tanah
Papua seringkali menjadi buta, tuli dan tidak peduli terhadap penderitaan
sesamanya. Akibatnya, pembangunan tidak berjalan dengan baik. Orang Papua tetap
menderita. Orang Papua tetap susah di atas tanah mereka yang kaya raya.
Melalui goresan sederhana ini, saya mengajak anak-anak,
kakak, adik, bapa, mama, kita semua perlu bersatu membangun Papua. Masa depan
Papua yang lebih baik, ada di kita punya pundak. Masa depan Papua yang lebih
baik ada di kita punya hati. Mari kita bekerja sungguh-sungguh melayani sesama
rakyat bangsa Papua. Kita tidak bisa berharap orang lain datang untuk bangun
Papua. Kita sendiri yang harus bangun Papua dengan cara kita.
Kita harus buktikan bahwa orang Papua bisa bangun
negerinya. Orang Papua bisa bangun bangsanya. Kalau di Jakarta ada Ahok, maka
di Papua juga pasti ada orang yang bisa bawa perubahan untuk Papua. Kalau Ahok
bisa bikin perubahan di Jakarta, mengapa kita di Papua tidak bisa? Kita pasti
bisa bikin Papua menjadi lebih baik, Papua yang damai sejahtera, lahir dan
batin. (Petrus Pit Supardi)
Artikel
ini sudah dimuat di Kompasiana
atas
izin penulis, tulisan ini dimuat kembali
Permisi Ya Admin Numpang Promo | www.fanspoker.com | Agen Poker Online Di Indonesia |Player vs Player NO ROBOT!!! |
ReplyDeleteKesempatan Menang Lebih Besar,
|| WA : +855964283802 || LINE : +855964283802
numpang promo ya gan
ReplyDeletekami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*