“Kami dari partai Hanura sebagai partai pendukung pemerintahan Kabupaten
Teluk Bintuni, peduli kepada apa yang menjadi hak masyarakat dan kami tetap
berjuang untuk penegakkan keadilan bagi rakyat”
Fafruar - Beberapa tahun lalu masyarakat
Muyu Mondobo menuntut supaya perusahaan sawit tidak membuka lahan perkebunan
sawit di sana. Papan bertulisan, “Tanah adat marga Mahuze tidak untuk kelapa
sawit”.
Perjuagan terus dilakukan
oleh masyarakat bersama LSM, Gereja untuk menolak pembukaan lahan. Mereka tidak
mau hutan dan dusun sagu dibongkar hanya untuk sawit. Mereka menolak perusahaan
itu karena terus membuka lahan meski berbagai janji diberikan. Mereka khawatir
akan kehilangan hutan yang merupakan sumber kehidupan mereka.
Hal serupa dialami oleh suku Irarutu, ketika
suku Baham, Faf-Fak memberikan izin pembukaan lahan sawit oleh PT. Rimbun Sawit
Papua di lahan II SP VI distrik Fak-Fak, yang telah melanggar batas wilayah,
suku Iratur, Kec. Fafurwar, Kab. Teluk Bintuni, Papua Barat.
Masalah pembukaan lahan ini
sempat disampaikan kepada pemerintah provinsi Papua Barat. Masyarakat meminta
untuk memediasi penyelesaian sengketa tanah adat masyarakat akibat
beroperasinya perkebunan kelapa sawit oleh PT. Rimbun Sawit Papua di lahan wilayah batas adat masyarakat Irarutu.
![]() |
Perkebunan kelapa sawit PT. Rimbun Sawit Papua |
Masyarakat memintah
agar perusahaan itu menghentikan aktivitasnya yang kini sudah memasuki tanah
adat suku Irarutu, dan sudah menebang habis hutan di wilah adat Irarutu maka kami
menuntut bayar ganti rugi sebesar 10 miliar. Hal ini disampaikan Pius E.
Nafurbenan, politisi partai Hanura di Teluk Bintuni, Senin 3/4.
Pius adalah anak adat
suku Irarutu yang berdominisili di Bintuni, dipercayakan untuk bertanggungjawab membantu
masyarakat untuk menyampaikan masalah ini kepada Bupati dan Kapolres Teluk Bintuni
serta pihak lainnya termasuk anggota DPRD Teluk Bintuni agar mencarikan solusi
sehingga tidak terjadi konflik dan jatuhnya
korban jiwa.
Karena perusahaan
kepala sawit terus beroperasi maka perwakilan masyarakat adat suku Irarutu dari
Distrik Fafurwar, telah berangkat ke Manokawari untuk bertemu dan menyampaikan secara langsung masalah tersebut kepada Gubernur Papua Barat.
Selain itu Pius, Ketua
DPC Partai Hanura Teluk Bintuni itu, mengatakn perlu kami informasikan bahwa
persoalan pembukaan lahan kelapa sawit oleh PT. Rimbun Sawit Papua yang sudah
membuka lahan baru telah melampauhi batas kewenangan perizinan. Karena lahan
yang telah dibuka sudah masuk wilayah hukum adat masyarakat Irarutu, Distrik Fafurwar.
Sebagai masyarakat Irarutu, kami merasa dirugikan.
![]() |
Perwakilan Masyarakat Irarut bersiap-siap kembali setelah bertemu Gubernur Papua Barat |
Pria yang pernah mendukung
kepemimpinan Bupati Petrus Kasihiw dan Wakil bupati Matret Kokop, dari Partai
Hanura ini mengatakan sengketa atas lahan masyarakat adat yang dimasuki
perusahaan perkebunan ini hendaknya menjadi perhatian pemerintah daerah Teluk
Bintuni.
Masyarakat meminta
supaya hal ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pihak-pihak yang
terkat. Jangan sampai terjadi koflik, karena itu masyarakat Irarutu meminta Bupati
dan pihak keamanan turun langsung kelapangan untuk melihat persoalan pembukaan
lahan kelapa sawit, dan mendengar langsung dari masyarakat tentang pelanggaran
yang terjadi. “Kami dari partai Hanura sebagai partai pendukung pemerintahan Kabupaten
Teluk Bintuni, peduli kepada apa yang menjadi hak masyarakat dan kami tetap
berjuang untuk penegakkan keadilan bagi rakyak,” ujarnya, sembari mengatakan,
hutan tidak bisa dibabat begitu saja. (Daniel).
0 komentar:
Post a Comment