Perjuangan Guru Kontrak

Kamu buat seperti pegawai negeri sajaˮ   

Fafruar - Hampir disetip pelosok di Papua maupun Papua Barat, pendidikan menjadi masalah. Masalah yang terjadi bukan hanya karena ketidakmampuan keluarga-keluarga untuk menyekolahkan anaknya, tetapi masalah guru yang tidak menetap di tempat tugasnya.
Ibu guru Erlyn Stevanie Rosalyn, mengajarkan muridnya  di salah satu sekolah
di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.
(Sumber foto: www.virmansyah.info)

Di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat terdapat kurang lebih 24 Distrik, dan di setiap Distrik memiliki sekolah-sekolah baik swasta maupun negeri. Setelah pemekaran Kabupaten Teluk Bintuni menjadi definitif, pemerintah membuka pendidikan guru yang disebut PGSD ( Pendidikan Guru Sekolah Dasar). Mereka yang tamat PGSD diangkat menjadi guru kontrak dan dikirimkan oleh pemerintah daerah melalui dinas pendidikan ke kampung-kampung yang ada di setiap distrik.

Kabupaten Teluk Bintuni merupakan medan yang luas dan sulit dijangkau terutama kampung-kampung yang berada di pelosok. Kesulitan yang dihadapi tak hanya medan, tetapi pula transportasi menuju tempat tugas menajadi kendala besar. Sebab tempat tugas mereka harus ditempu dengan jalur laut yaitu mengunakan perahu long boat, ada pula dengan jalur darat, dan udara. Untuk menempu tempat tugas tak mudah. Membutuhkan waktu dua hari sampai bisa berminggu-minggu.

Walaupun kondisi medan seperti itu tidak membuat merek merasa putus asah. Demi tugas, demi masa depan anak-anak dan demi masa depan bangsa mereka berjuang menerobus hutan belantara, gelombang laut dan cuaca yang kadang tak menentu.

Guru adalah sebuah profesi yang mulia karena di tangan merekalah masa depan bangsa ini ditentukan. Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh kemampuan para pendidiknya untuk mengubah karakter generasi penerusnya ke depan. Tanpa figur pendidik, mungkin bangsa besar seperti Indonesia tidak akan dapat menikmati hasil jerih payah putra-putri nusantara yang sudah mendorong perkembangan tersebut.

Perjuangan demi pendidikan tak menganggap diri sebagai guru kontrak, melaikan mempunyai dedikasi demi pendidikan terutama anak-anak Papua. Selama bertahun-tahun guru-guru kontraklah yang setia di tempat tugas. Sedangkan pegawai negeri (PNS) yang diangkat pemerintah hanya datang menerima gaji pada akhir bulan, tanpa mengajar dan menetap di tempat tugas.

Hal ini menjadi keluhan bagi guru-guru kontrak, ketika mereka pergi memintah honor di dinas pendidikan. Setiap kali pergi memintah honor, dinas selalu dengan berbagai alasan mengatakan bahwa sibuk dan lain-lain, bahkan dikatakan “kamu buat seperti pegawai negeri saja”. Guru-guru kontrak ini merasa seperti dikucilkan, tidak diperhatikan dan dipermainkan. Mereka mengatakan "kami tahu, kami bukan pengawai negeri tapi kami datang menuntut keringat kami. Kami guru kontrak inilah yang berdiri di depan kelas setiap hari, tapi pengawai negeri  yang diangkat pemerintah ada di kota, tidak ada di tempat tugas, hanya akhir bulan datang terima gaji".

Guru-guru kontrak yang tersebar di setiap distrik menerima honor mereka tiga bulan sekali bahkan ada pula empat bulan sekali, dikarenakan jarak tempat tugas dengan kota kabupaten yang jauh dan ketentuan dari dinas. Hal tersebut mejadi kedala bagi mereka, baik yang bertugas di pelosok-pelosok maupun yang bertugas di kota kabupaten, sebab biaya hidup yang sangat tinggi terutama bagi mereka yang sudah berkeluarga. Walaupun tidak menerima homor setiap bulan namun kesetian, perjuangan dan kesabaran mereka dalam menjalankan tugasnya demi perkembangan bangsa melalui pendidikan bagi anak-anak Papua. (El)
Share on Google Plus

About Fafruar

0 komentar:

Post a Comment