Bangkit dari Ketertinggalan Menuju Kemajuan dalam Hidup

Corneles Imen.doc pribadi

Oleh: Cornelis Imen

Fafruar - Pada tahun 2001 saya mulai merantau ke daerah Meyado, Distrik Merdey Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat. Saat itu kakak kandung saya mau ke perusahaan kayu bulat yang beroperasi di Barma, Jagiro, SP3, Meyado, SP1, Mogoi Baru dan tempat lainnya. Saya berkomitmen harus pergi bersama kakak. Dan saya mendapatkan hal baru di sana yakni harus bisa bersekolah.

Waktu saya berangkat dari kampung Mesna menuju Meyado pukuk 09.00 WIT bersama kakak. Dan waktu itu, ibu saya tidak mau berpisah dengan kami. Air mata pun menetes sambil jalan bersama. Harapan ibu, saya tidak boleh meninggalkannya. Saya pun tak menahan air mata. Ibu terus berjalan mengikuti kami. Air mata terus saja mebasahi pipiku. Saya memandang ke arah ibu dan

berkata, ibu…ibu kembali! Sudah jauh, nanti ibu sediri pulang ke rumah. Ibu berkata, kamu berangkat lalu siapa yang menjaga saya dan adik-adikmu? Dalam hati saya sangat mencintai ibu, tetapi saya harus pergi demi mencari sesuatu demi masa depanku.

Setelah kami sampai di Meyado, saya tinggal bersama Bernadus Asmorom, paman saya. Di Meyado

saya disekolahkan oleh paman saya di SD Impres dan saat itu pula saya harus menyesuaikan diri dengan teman-teman karena secara intelek mereka lebih fasih berbahasa Indonesia dibanding saya. Walaupun bahasa Indonesia tidak terucap dengan baik dan lacar, namun tidak membuat saya putus asah, melainkan memberi semangat untuk terus belajar.

Baca juga: Kisah Anak Pedalaman

Setelah kelas 4 saya pindah ke SD Impres Kali Kodok yaitu di ibu kota Kabupaten. Di sana kepala

sekolah menerima dengan baik dan saya diterima sebagai siswa kelas 5. Di tempat yang baru tentu saya harus menyesuaikan diri dengan teman-teman di sekolah ini. Belajar merupakan suatu cita-cita yang perlu dikejar karena itu tak henti-hetinya saya terus belajar sesuai dengan keterbatasan dan kemampuan yang saya miliki.

Setelah saya mulai sibuk dengan kegiatan belajar di tempat yang baru ini, terdengar berita dari kampung bahwa ibu kadung saya telah meniggal dunia. Tubuhku bergetar, tak berdaya ketika mendengar berita ini. Saya hanya bisa menangis di kamar tanpa membuat apa-apa. Namun kepergian ibu saya ke Sang Ilahi tak membuat saya putus asa. Saya bangkit dari kesedihan yang mendalam ini untuk terus bersemangat sekolah. Dengan usaha dan kerja keras saya lulus dan melajutkan ke SMP Negeri Bintuni. Tetapi setelah kelas 2 pada semester pertama saya pindah sekolah di Distrik Merdey. Setelah kelas 3 dan tamat dari sana (Merdey) saya ke Manokwari untuk mendaftar di SMK Negeri 2 Manokwari. Namun terlambat sehingga saya akhirnya mendaftar di SPP SPMA Manokwari, jurusan pertanian.

Demi sebuah cita-cita perlu perjuangan. Di SPP SPMA Manokwari saya sekolah beberapa semester,

setelah itu saya pindah ke Kaimana sesudah liburan ke kampung. Di Kaimana, saudara membantu saya untuk sekolah di SMA Negeri I, namun ternyata pindahan dari sekolah kejuruan tidak bisa diterima atau melanjukan di SMA. Akhirnya saya mendaftar lagi di SMK YPK Efata dan bisa diterima. Di sana saya mulai sungguh-sungguh belajar dan beberapa tahun kemudian saya lulus lalu

melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Dan waktu itu saya mendaftar di STT Eliksontrit Manokwari Papaua Barat. Tetapi saat itu belum punya uang dan saya memutuskan untuk kembali ke kampung.

Selama di kampung saya memikirkan tentang di mana saya bisa melanjutkan pendidikan saya. Dan waktu itu teringat akan STPMD (Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa) Yogyakarta. Atas informasi dari teman-teman yang pernah dan sedang kuliah di Yogyakarta, saya memutuskan untuk berangkat ke sana. Dan akhirnya sekarang saya bisa kuliah dan tamat dari STPMD Yogyakarta.(*)

Share on Google Plus

About Fafruar