Suku Irarutu terutama Irarutu Fafurwar mempunyai
filosifi dalam perkawinan adat yaitu tanah, matahari sebagai saksi pekawinan, dimana
diyakini sebagai Tuhan. Pelaksanaan ini dilakukan di tanah saat matahari mulai
terbit.
Kebiasaan
umum berlaku dikalangan suku adat Irarutu Fafurwar khususnya adalah bahwa laki-laki yang datang kepada
orang tua perempuan untuk meminang. Peminangan yang telah disetujui oleh kedua
pihak ditandai dengan wujud mas kawin. Fungsi wujud mas kawin yang diberikan
adalah sebagai simbol ikatan persetujuan. Bagi suku Irarutu wujud mas kawin
yang diserakan pada masa peminangan sama nilainya dengan wujud benda (harta) yang
diberikan pada inti upacara perkawinan. Peminangan dapat ditolak apabila
perempuan belum dewasa menurut mata orang tua perempuan, orang tua belum
membicarakan secara pribadi dengan anaknya, dan pria yang mau dijodohkan
ternyata mempunyai sifat malas atau memiliki sifat lain yang dinilai oleh mata
orang tua perempuan sebagai laki-laki yang belum dewasa.
Penyerahan gulingan rokok dari perempuan kepada laki-laki |
Setelah peminangan, dilanjutkan dengan masa
pertunangan biasanya tidak lama berlangsung setelah masa peminangan. Masa
pertunangan diistilahkan dalam bahasa setempat “wafen”. Masa tunangan juga
mempunyai persiapan khusus seperti pada masa perkawinan. Waktu untuk
melangsungkan masa tunangan perlu disetujui bersama oleh kedua pihak sebab
pihak orang tua perempuan harus mempersiapkan bahan makanan. Kenyataan umum
dalam praktek hukum adat tentang ketetapan waktu biasanya oleh pihak laki-laki yang menentukan. Hal ini disebabkan pihak laki-laki telah merasa siap dengan mas
kawin.
Mas kawin periode pertunangan adalah sebagian dari jumlah mas kawin yang akan
diserahkan setelah upacara perkawinan. Besar atau jumlah mas kawin yang
berlaku di lingkungan suku Irarutu tidak mempunyai jumlah yang tetap dan pasti.
Baik dalam masa peminangan, pertunangan maupun pada masa perkawinan. Wujud mas
kawin masa pertunangan adalah tiga sampai empat lusin piring batu kecil, satu
atau dua piring batu besar, lima sampai enam buah kain sarung, dan beberapa
potong pakaian jadi (baju dan celana), serta kapak, parang, dengan uang,
jumlahnya tidak tentu.
Upacara
pada masa pertunangan, laki-laki diantar oleh kerabatnya bersama
dengan orang tuanya menuju tempat tinggal (rumah) atau kediaman perempuan. Mas kawin
periode ini diserahkan kepada orang tua perempuan. Kalau perempuan tersebut
adalah anak angkat maka yang menerima mas kawin ini adalah paman-paman dari
perempuan. Dan yang mempersiapkan bahan-bahan seperti makanan adalah
paman-pamannya. Sedangkan orang tua perempuan akan menerima mas kawin yang
diberikan nanti pada upacara perkawinan, termasuk pula saudara-saudara
laki-laki dari perempuan, dan famili lainnya. Setelah dilakukan pertungan, perempuan diberi tudung di atas kepalanya. Upacara
berlangsung di tanah disaksikan lingkungan hukum adat yang ditentukan oleh adat
seperti tanah dan matahari.
Kepala perempuan ditudungi dengan kain, dimana saat itu menjadi tanda bagi
lingkungannya bahwa perempuan tersebut telah dijodohkan. Artinya tudungan itu
dapat diartikan bahwa perempuan ini telah diikat oleh orang lain, menutup kepala
berarti menutup diri kemungkinan gangguan pemuda lain, dan menjadi tanda bagi
para pemuda khususnya dan masyarakat umumnya dilingkungan suku Irarutu agar tidak salah meminang. Dengan upacara ini maka ikatan persetujuan pada masa
perminangan diperketat lagi.
Masa
pertunangan merupakan masa peralihan untuk menuju ke masa perkawinan. Dan
setiap upacara pelaksanaan baik peminangan dan perkawinan dilaksanankan di
tanah. Waktu yang dipakai untuk
melangsungkan inti upacara perkawinan adalah pada pagi hari tepat matahari mulai
terbit. Alasannya, matahari adalah sebagai saksi utama. Matahari dipercayai oleh lingkungan hukum adat sebagai kuasa tertinggi yang dapat memberikan hidup
kepada suami isteri.
Dilaksanakan
pagi hari tepat matahari terbit dengan latar pikiran bahwa hidup suami istri
dapat hidup dalam waktu yang pajang, yaitu mulai dari pagi sampai sore.
Matahari yang menyaksikan upacara pertunangan begitu pula upacara perkawinan.
Tanah sebagi lambang kesuburan yang dapat memberikan kesuburan bagi hidup
suamai isteri. Kesuburan tidak terbatas pada hal melahirkan anak (keturunan),
tetapi menyangkut seluruh hidup suami isteri.
Udara
pagi hari mencerminkan suasana keluarga yang diidamkan. Suasana nyaman, enak,
tenang merupakan gambaran hidup keluarga yang diinginkan. Sedangkan udara pada
siang hari (panas terik) tidak cocok untuk melangsungkan suatu upacara
perkawinan. Sebab diartikan sebagai suasana keluarga yang nantinya tidak
tenteram. Juga waktu sangat pendek sekali (siang sampai sore) diartikan bahwa
keluarga tidak akan hidup dalam waktu yang cukup lama.
Saat itu pengantin laki-laki bersama dengan
kerabatnya yang lain beserta kedua orang tua manuju tempat upacara. Di tempat
upacara penganting perempuan bersama kedua orang tua dan familinya telah
menantikan kedatangan calon suaminya. Kedatangan itu disambut oleh pihak wanita
dengan menyerahkan gulungan rokok. gulungan rokok ini diberikan oleh perempuan kepada laki-laki melalui pundak orang tua dari kedua pihak. Sesudah acara pemberian rokok ini, dilanjutkan dengan penyerahan sebagian
mas kawin oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang telah disediakan.
Pada saat itu keduanya dinyatakan secara resmi dan
diakui oleh lingkungan hukum adat akan status dan peranan mereka sebagai suami
isteri. Mereka diterima oleh lingkungan suku sebagai anggota yang telah berkeluarga.
Pemberian rokok dari perempuan kepada laki-laki merupakan simbol penyerahan diri
(isteri kepada suami). Dan mas kawin yang telah disiapkan dan diserahkan
sebagai simbol penyerahan diri (suami kepada isteri). Mas kawin yang
akan diserahkan kepada kerabat isteri setelah upacara dan kepada orang tua
perempuan diserahkan pada malam hari tanpa diketahui orang banyak.
Hal yang sama juga dilakukan dalam upacara perceraian. Bila dalam
upacara perkawinan atau pada suatu ketika isteri atau suami menghendaki perkawinan itu
dibubarkan (cerai), maka dilakukannya upacara perceraian dengan cara isteri memberikan rokok dalam keadan sudah
dibakar, lalu menyerahkan kepada suaminya. Dan sebaliknya suami melakukan yang sama. Gulungan rokok yang sudah dibakar itu
memberikan simbol kepada hati pihak yang menghendaki perceraian itu yaitu bahwa
hatinya sedang membara seperti gulungan rokok yang dibakar itu.
Kepada
adat mengucapakan kata-kata, “rere”
(matahari) “nir mifr” (dan tanah) “fenenar andni ro nggir duand” (perkawinan
ini mau dibubarkan/diceraikan). Njou (tete) dan
semua moyang (baik yang meninggal maupun yang masih hidup disebutkan namanya)
dengan harapan menurut kepercayaan bahwa mereka juga turut menyaksikan upacara
pembubaran perkawinan tersebut. Selanjutnya kepala adat mengatakan “uf sfar rongge
mranggt indoje” (tanah, matahari sebagai saksi bila ada yang melanggar, atau kembali membangun hubungan sebagai suami isteri, maka hancurkan saja
otaknya).
Dengan demikian perkawinan telah dibubarkan secara sah dengan dasar
hukum yang berlaku. Bagi pihak yang mau melanggar atau mau mengadakan hubungan
kembali akan dihukum oleh lingkungan yang telah meneguhkan perkawinana itu.
Fakta menurut interpretasi kepercayaan bahwa ada suami ataupun isteri yang meninggal
dunia karena telah kembali hidup bersama atau menjalin hubungan kembali. (El)
Izin ya admin..:)
ReplyDeleteHalloo kami dari ARENADOMINO ingin mengajak anda semua pecinta games poker untuk bermain disini permainan fairplay menanti anda semua dan 100% no robot player vs player
yuk silahkan langsung bermain dengan kami proses mudah cepat dan nyaman jika kesulitan dalam pendaftaran dapat juga dibantu ya bisa dari live chat ataupun dari WA +855 96 4967353 silahkan ..