Pendidikan nilai bukanlah
hanya masalah tahu tentang apa yang baik dan tidak baik. Orang mengira
mengetahui seakan-akan sama dengan sudah melakukan. Padahal, masih ada jarak
antara “tahu” dan “tindakan”.
Arah pendidikan nilai seharusnya fokus pada
modalitas yaitu bagaimana menjembatani agar nilai-nilai menjadi tindakan
nyata.Nilai dianggap sesuatu yang berharga bagi suatu kelompok masyarakat yang
berupa standar perilaku atau dasar moral untuk mengarahkan dan evaluasi
tindakan (Kolthoff, 2007:39).
![]() |
sumber gambar dari https://mediaxplore.com/ |
Nilai-nilai membentuk orang berkarakter,
komitmen, jujur, kompeten, terbuka, jiwa pelayanan, bela rasa dan pengorbanan.
Pendidikan nilai tidak lepas dari pembentukan habitus yaitu melalui pelatihan,
pembiasan, pengalaman, dan perjumpaan.Perubahan habitus didukung fasilitas,
contoh, agar orang mau antre, saat giliran tiba wajib menunjukkan nomor urut.
Agar orang tumbuh rasa memiliki, system kepemilikan diubah.
Jadi perilaku/sikap
sulit terjadi kalau hanya mengandalkan nasihat, khotbah atau ajaran. Perhatian
utama pendidikan nilai fokus pada menyediakan modalitas yang menjembatani norma
moral dan tindakan factual.
Anak merupakan pilar
bangsa. Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh masa depan anak yang lahir dan
dibesarkan saat ini, yang pada 20-30 tahun kedepan akan menjadi pemimpin di
negeri ini. Jika anak-anak tersebut berkembang dengan baik, maka mereka akan
tumbuh dengan tingkah laku serta karakter yang baik.
Pembentukan tingkah laku
dan karakter seseorang dimulai sejak ia lahir, berjalan seiring dengan
perkembangan dan penyesuaiannya terhadap lingkungan sosial. Setiap anak dilahirkan ke dunia dengan
kekaguman, keingintahuan, spontanitas, vitalitas, fleksibilitas dan banyak lagi
kesenangan lain baginya.
Anak kecil akan secara langsung menguasai system
symbol yang rumit, otak cemerlang, kepribadian sensitive dan akselerasi
terhadap setiap stimulasi, tanpa pendidikan secara formal. Dalam hal ini,
adalah kewajiban orang tua di rumah dan guru di TK/paud untuk memelihara setiap
kecerdasan anak sejak dini. Namun, tidak setiap anak dapat melewati masa
ini dengan baik.
Pembentukan karakter anak ini dipengaruhi berbagai factor.
Salah satunya adalah pengasuhan guru di lembaga TK/PAUD. Banyak fakta
menunjukkan bahwa lingkungan sekolah anak berkorelasi secara signifikan dengan
tingkah laku bermasalah pada anak TK/PAUD, dimana penyebabnya adalah karena
kurangnya kemampuan pendidik dalam menstimulasi perkembangan pendidikan dan
sosial anak.
Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan
kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik,
mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga
keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan
anak.
Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini
dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan
perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya (Sunarwati, 2007). Menurut
Gardner (Rachmani, 2003:18) kecerdasan anak bukan hanya berdasarkan pada skor
standar semata, melainkan dengan ukuran kemampuan yang diuraikan sebagai
berikut.
1.
Kemampuan untuk menyelesaikan masalah
yang terjadi dalam kehidupan individu.
2.
Kemampuan untuk menghasilkan
persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.
3. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau memberikan penghargaan dalam budaya
seseorang.
Oleh karena itu muncul
strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan pada guru untuk memainkan
peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter pada anak
usia dini sebagai peserta yang diantaranya adalah : 1) Optimalisasi peran guru dalam proses
pembelajaran. Guru
tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh
peserta didik tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang
mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran sehingga
peserta didik dapat menemukan sendiri hasil belajarnya. 2) Integrasi materi pendidikan karakter ke
dalam mata pelajaran. Guru
dituntut untuk peduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan
karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. 3) Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri
yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. 4) Penciptaan lingkungan sekolah yang
kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan
terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta
didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. 5) Menjalin kerjasama dengan orangtua
peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter. 6) Menjadi figur teladan bagi peserta
didik.
Tujuan
pendidikan usia dini menurut Soemiarti adalah mengembangkan berbagai potensi
anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup agar dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Soemiarti (1995:58), yang mengemukakan bahwa tujuan umum
pendidikan anak usia dini yaitu membentuk manusia pancasila sejati yang
bertaqwa kepada tuhan YME, yang cakap, sehat dan terampil, serta
bertanggungjawab terhadap tuhan, masyarakat dan Negara. (sdm/riz)
numpang promo ya gan
ReplyDeletekami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*